Assalamu`alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
Siapa yang tidak kenal dengan Pantai Parangtritis, sebuah pantai yang amat terkenal di Yogyakarta. Namun sayangnya, KEINDAHAN PANTAI ini TERKOTORI dengan MITOS-MITOS yang PENUH KESYIRIKAN. Itu dikarenakan ada sebuah fenomena yang TIDAK LAZIM yang terjadi disana.
Siapa yang tidak kenal dengan Pantai Parangtritis, sebuah pantai yang amat terkenal di Yogyakarta. Namun sayangnya, KEINDAHAN PANTAI ini TERKOTORI dengan MITOS-MITOS yang PENUH KESYIRIKAN. Itu dikarenakan ada sebuah fenomena yang TIDAK LAZIM yang terjadi disana.
Pada musim kemarau, angin
bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang
rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung
pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung
yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru
bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan
penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana
pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter,
bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula.
Di kalangan masyarakat setempat,
kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa
laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka
"melenyapkan" orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Begitulah
orang-orang yang PEMIKIRANNYA IRRASIONAL yang JUSTRU MENABRAK
BATASAN-BATASAN SYARI'AT.
Berikut penjelasan fenomena itu :
Para praktisi ilmu kebumian
menegaskan bahwa penyebab utama hilangnya sejumlah wisatawan di Pantai
Parangtritis, Bantul, adalah akibat terseret "rip current". Dengan
kecepatan mencapai 80 kilometer per jam, arus balik itu tidak hanya
kuat, tetapi juga mematikan.
Kepala Laboratorium Geospasial
Parangtritis, I Nyoman Sukmantalya mengatakan, sampai sekarang informasi
mengenai rip current amat minim. Akibatnya, MASYARAKAT MASIH SERING
MENGAITKAN peristiwa hilangnya korban di pantai selatan DI Yogyakarta
dengan hal-hal yang berbau MISTIS.
PADAHAL, ADA PENJELASAN ILMIAH DI BALIK MUSIBAH TERSEBUT.

Arus balik merupakan aliran air
gelombang datang yang membentur pantai dan kembali lagi ke laut. Arus
itu bisa menjadi amat kuat karena biasanya merupakan akumulasi dari
PERTEMUAN dua atau lebih gelombang datang.
"Bisa dibayangkan kekuatan seret
arus balik beberapa kali lebih kuat dari terpaan ombak datang.
Wisatawan yang tidak waspada dapat dengan mudah hanyut," demikian papar
Nyoman.
Celakanya, arus balik terjadi
begitu cepat, bahkan dalam HITUNGAN DETIK. Arus itu juga bukan hanya
berlangsung di satu tempat, melainkan berganti-ganti lokasi sesuai
dengan arah datangnya gelombang yang juga menyesuaikan dengan arah
embusan angin dari laut menuju darat.
Nyoman melanjutkan, korban mudah
terseret arus balik karena berada terlalu jauh dari bibir pantai.
Ketika korban diterjang arus balik, posisinya akan mudah labil karena
kakinya tidak memijak pantai dengan kuat.
"Karena terseret tiba-tiba dan
tidak bisa berpegangan pada apa pun, korban menjadi mudah panik, dan
tenggelam karena kelelahan," lanjutnya.
Staf Ahli Pusat Studi Bencana
Universitas Gadjah Mada, Djati Mardianto, mengatakan, apabila korban
tetap tenang saat terseret arus, besar kemungkinan baginya untuk kembali
ke permukaan. "Karena arus berputar di dasar laut sehingga materi di
bawah bisa naik lagi," ujar Djati.
Setelah mengapung, korban bisa
berenang ke tepi laut, atau membiarkan diri terhempas ke pantai oleh
gelombang datang lain. Setidak-tidaknya, korban memiliki kesempatan
untuk melambaikan tangan atau berteriak minta tolong.
Bagaimana
dengan korban hilang? Djati mengatakan, hal itu dapat terjadi apabila
korban terlalu kuat melawan arus saat berada di dalam air sehingga urung
mengapung.
Sebaliknya, korban akan semakin
jauh terseret arus bawah laut dan bisa tersangkut karang atau masuk ke
dalam patahan yang berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.
Di dasar patahan yang
kedalamannya mencapai ratusan meter itu, korban akan semakin sulit
bergerak karena ia bercampur dengan aneka materi padat yang terkandung
dalam arus.
Korban akan diperlakukan sama
seperti material, yakni diendapkan. Korban baru bisa kembali terangkat
ke permukaan jika ada arus lain yang mengangkat sedimen dari dasar laut.
Namun, ia mengatakan, biasanya hal itu butuh waktu lama.
Meski sulit diperkirakan
kedatangannya, arus balik sebenarnya bisa dikenali. Menurut Nyoman,
permukaan arus balik terlihat lebih tenang daripada gelombang datang
yang berbuih. Selain itu, arus balik biasa terjadi di ujung-ujung
cekungan pantai dan warnanya keruh karena membawa banyak materi padat
dari pantai.
Masalahnya, banyak wisatawan
justru senang bermain di pantai yang tenang karena dianggap lebih aman.
"Padahal, lokasi tersebut amat berbahaya," kata Nyoman.
Sejauh ini, cara terbaik untuk
mengurangi risiko bencana terseret arus di pantai adalah dengan tidak
bersikap nekat berenang ke tengah laut. Pengunjung harus benar-benar
mematuhi rambu larangan berenang yang dipasang tim search and rescue
(SAR) di sepanjang pantai.
Selain itu, kondisi cuaca juga
harus dipertimbangkan. Gelombang laut akan membesar di musim penghujan
karena terpengaruh angin barat. Berenang di laut pada malam hari pun
sebisa mungkin dihindari karena arus balik akan menguat akibat
terpengaruh pasang.
Menurut kedua pakar geomorfologi
pesisir itu, tidak ada pantai di DIY yang aman. Semua memiliki potensi
arus balik yang kuat. Bahkan, di sejumlah pantai di Gunung Kidul, arus
balik kian diperkuat oleh buangan air sungai bawah tanah.
Pemerintah daerah juga bisa
mempelajari pola-pola arus balik dengan melakukan pengamatan rutin
sepanjang tahun menggunakan citra satelit beresolusi tinggi, seperti
citra Quickbird dan IKONOS. Kedua satelit itu bisa merekam dengan jelas
benda yang berukuran kecil hingga ukuran satu meter.
"Sejauh ini, penelitian ke arah
sana baru sebatas pada skripsi mahasiswa. Belum ada penelitian yang
mendalam dan menghasilkan rekomendasi kebijakan," papar Djati.
Nyoman mengatakan, ketinggian
air sepaha orang dewasa sudah cukup bagi arus balik untuk menyeret orang
ke tengah laut. Paling aman, usahakan air hanya sampai ketinggian mata
kaki.
Kita mungkin dapat melihat suatu
arus balik dari suatu tempat yang lebih tinggi di pantai, atau dapat
juga bertanya dengan penjaga pantai yang bertugas atau dengan penduduk
setempat yang tahu di lokasi mana terdapat rip current.
wallahu`alam bishawab
0 komentar:
Posting Komentar